Slide background

TENTANG DAYIN MITRA

TATA KELOLA
PERUSAHAAN

PT Asuransi Dayin Mitra Tbk sebagai perusahaan yang terbuka dan tercatat dalam bursa efek, selalu menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi Emiten atau Perusahaan Publik.

Perusahaan Perasuransian wajib menerapkan kebijakan remunerasi bagi anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris dan pegawai yang mendorong perilaku berdasarkan prinsip kehati-hatian (prudent behaviour) yang sejalan dengan kepentingan jangka panjang perusahaan dan perlakuan adil terhadap pemegang polis, tertanggung, peserta, dan/atau pihak yang berhak
memperoleh manfaat.

Sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 34/POJK.04/2014 tentang Komite Nominasi dan Remunerasi Emiten atau Perusahaan Publik, dan dalam rangka meningkatkan penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik bagi Emiten atau Perusahaan Publik yang berkaitan dengan transparansi proses Nominasi dan Remunerasi serta meningkatkan kualitas, kompetensi, dan tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris, Perusahaan telah memutuskan melalui Surat Keputusan Dewan Komisaris Nomor 003/SK-Dekom-ADM/X/2015 tertanggal 9 Oktober 2015 perihal Pelaksanaa Fungsi Nominasi dan Remunerasi Perseroan.

Di dalam Surat Keputusan tersebut ditetapkan bahwa pelaksanaan fungsi Nominasi dan Remunerasi Perseroan dilaksanakan oleh Dewan Komisaris dan/atau kepada pihak lain yang ditunjuk, dengan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

Fungsi Nominasi :

  1. Memberikan rekomendasi mengenai:
    • Komposisi jabatan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris
    • Kebijakan dan kriteria yang dibutuhkan dalam proses Nominasi
    • Kebijakan evaluasi kinerja bagi anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris.
  2. Melakukan penilaian kinerja anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris berdasarkan tolok ukur yang telah disusun sebagai bahan evaluasi.
  3. Memberikan rekomendasi mengenai program pengembangan kemampuan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris.
  4. Memberikan usulan calon yang memenuhi syarat sebagai anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris untuk disampaikan kepada RUPS.

Fungsi Remunerasi :

a. Memberikan rekomendasi mengenai :

  • Struktur Remunerasi;
  • Kebijakan atas Remunerasi; dan
  • Besaran atas Remunerasi;

b. Melakukan penilaian kinerja dengan kesesuaian Remunerasi yang diterima masing-masing anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris.

KOMITE INVESTASI

Sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian, Pasal 49, Direksi Perusahaan Asuransi wajib membentuk Komite Investasi.

Komite investasi bertugas membantu Direksi dalam merumuskan kebijakan investasi dan mengawasi pelaksanaan kebijakan investasi yang telah ditetapkan.

Pada peraturan yang sama, pasal 56, perihal Tata Kelola Investasi, Perusahaan Asuransi wajib menyusun kebijakan dan strategi investasi secara tertulis, dievaluasi secara berkala, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun, dan dilaporkan kepada Kepala Eksekutif paling lama 1 (satu) bulan setelah ditetapkan oleh Direksi.

PT Asuransi Dayin Mitra Tbk sebagai perusahaan asuransi umum dan perusahaan terbuka telah menaati dan membentuk Komite Investasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku melalui Surat Keputusan Direksi  Nomor 090-1/DIR/PD/X/2014 tanggal 6 Oktober 2014, dimana telah diubah dengan Surat keputusan Direksi Nomor 050/DIR/PD/VI/2022 tanggal 29 Juni 2022.

Perusahaan juga membuat Kebijakan dan Strategi Investasi melalui Surat Keputusan Direksi Nomor 091-1/DIR/PD/X/2014 tanggal 29 Oktober 2014 dan juga telah disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan melalui Surat Nomot B.132/Dir-Keu/XI/2014 tanggal 28 November 2014.

Struktur, Keanggotaan dan Keahlian
Struktur anggota Komite Investasi:
Penanggung Jawab : Purnama Hadiwidjaja
Anggota :
–  Hanny Dumalang
–  Monaria Purnama

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 73/POJK.05/2016 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian, Pasal 60, Perusahaan selain memiliki Komite Investasi, Perusahaan Asuransi juga wajib memiliki satuan kerja atau pegawai yang melaksanakan fungsi pengelolaan investasi yang memenuhi ketentuan sebagai berikut:

  1. Menyelenggarakan fungsi analisis dan melaksanakan, memantau, dan melaporkan pengelolaan investasi.

  2. Memiliki dan menerapkan sistem dan prosedur pengendalian internal untuk memastikan bahwa investasi dilakukan sesuai dengan kebijakan dan strategi investasi serta tidak melanggar peraturan perundang-undangan.

  3. Memiliki integritas dan keahlian serta pengalaman di bidang investasi.

Perusahaan juga telah mengukuhkan kembali satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengelolaan investasi yang sudah dibentuk sebelumnya melalui Surat Keputusan Direksi Nomor 051/DIR/PD/VI/2022 tanggal 29 Juni 2022.

KOMITE PENGEMBANGAN PRODUK

Dalam rangka memenuhi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 2/POJK.05/2014 Perusahaan wajib membentuk Komite Pengembangan Produk.

Direksi melalui Surat Keputusan Direksi No. SK : 086-2/DIR/PD/IX/2014 telah membentuk Komite Pengembangan Produk dan pedoman kerjanya untuk mendukung prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang baik, yaitu Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi, dan Kesetaraan.

Pedoman Kerja tersebut memuat antara lain latar belakang, visi dan misi, maksud dan tujuan, struktur, masa tugas, persyaratan keanggotaan, tugas tanggungjawab dan wewenang, kode etik dan lainnya

Struktur, Keanggotaan dan Keahlian

Struktur anggota Komite Pengembangan Produk :
Penanggung Jawab : Woen Subianto
Anggota : Andre Dharma

Profil Penanggung Jawab

Warga Negara Indonesia, kelahiran Jakarta. Beliau meraih gelar Sarjana Ekonomi di bidang Akuntansi dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YAI, pada tahun 1996.
Beliau memulai karir di bidang Asuransi di PT Asuransi Rama Satria Wibawa pada tahun 1991 – 1996 dan menangani bidang Underwriting, Claim, dan Reinsurance. Kemudian bergabung dengan PT China Insurance Indonesia pada tahun 1997 untuk menangani bidang Reinsurance, Finance, hingga ditunjuk sebagai
Vice Manager Underwriting Center sampai tahun 2005. Setelah itu Beliau bergabung dengan PT Asuransi Bina Dana Arta Tbk dan menjabat sebagai Senior Manager pada tahun 2005 hingga tahun 2007. Pada tahun 2007, Beliau bergabung dengan PT Asuransi Buana Independent sebagai Reinsurance Manager. Selanjutnya, Beliau bergabung dengan PT Asuransi Umum Mega sebagai Reinsurance Manager pada tahun 2008 hingga ditunjuk sebagai Technical General Manager pada tahun 2011. Beliau melanjutkan karirnya pada PT Bess Central Insurance dan PT Asuransi Reliance Indonesia sebagai Technical General Manager hingga tahun Januari 2018.
Mulai bergabung dengan PT Asuransi Dayin Mitra Tbk pada bulan Januari 2018 sebagai
General Manager Technical.

Tugas dan tanggungjawab Komite Pengembangan Produk Asuransi adalah :

a. Menyusun rencana strategis pengembangan dan pemasaran produk asuransi sebagai bagian dari rencana strategis kegiatan usaha Perusahaan.
b. Melakukan survey dan analisis kebutuhan pasar atas produk yang akan dipasarkan.
c. Mengevaluasi kesesuaian produk asuransi baru yang akan dipasarkan dengan rencana strategis pengembangan dan pemasaran produk asuransi.
d. Mengevaluasi kinerja produk asuransi dan mengusulkan perubahan atau penghentian pemasarannya.
e. Membuat laporan atas hasil penelitian yang dilakukan serta laporan lain terkait pengembangan produk yang wajib diserahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan.

Uraian pelaksanaan tugas

Produk Asuransi Yang Merupakan Pengembangan Dari Produk Asuransi Yang sudah Ada

1. Komite Pengembangan Produk akan melakukan pengecekan apakah pengembangan produk ini sudah ada di pasar.

1.a. Bila sudah ada di pasar, Komite Pengembangan Produk akan mencari informasi di pasar berapa biaya tambahan premi atas tambahan fitur tersebut sehingga produk yang dihasilkan dapat kompetitif di pasar.
1.b. Bila belum ada di pasar, Komite Pengembangan Produk akan mencari informasi kepada pihak-pihak terkait yang memiliki data/informasi mengenai fitur baru tersebut

2. Komite Pengembangan Produk akan melakukan analisa apakah penambahan fitur tambahan ini dapat dilakukan secara internal oleh Perusahaan atau memerlukan jasa/layanan pihak ketiga.

2.a. Bila dapat dilakukan secara internal, tidak akan ada biaya tambahan yang nantinya akan menambah premi tambahan sehingga tidak akan kompetitif lagi di pasar.
2.b. Bila memerlukan jasa/layanan pihak ketiga, Komite Pengembangan Produk akan mencari pihak ketiga yang memiliki jasa/layanan dimaksud. Biaya jasa pihak ketiga ini harus ditekan serendah mungkin agar premi tetap kompetitif.

3. Komite Pengembangan Produk akan mengecek apakah perluasan ini tidak menyimpang dari Kebijakan Perusahaan yang ada dan tidak dikecualikan Treaty Reasuransi Perusahaan

3.a. Bila menyimpang dari Kebijakan dan dikecualikan Treaty, proses berhenti
3.b. Bila tidak menyimpang dari Kebijakan dan tidak dikecualikan Treaty, proses berjalan terus.
3.c. Apabila membutuhkan dukungan reasuransi fakultatif, Komite Pengembangan Produk akan bekerja sama dengan Bagian Reasuransi untuk mendapatkan dukungan reasuransi fakultatif.

4. Komite Pengembangan Produk akan menyiapkan seluruh dokumen untuk pengajuan ke OJK guna mendapatkan persetujuan atas penambahan fitur asuransi terkait, antara lain :

4.a. Risk & Loss Profile untuk mendapatkan rumusan beserta asumsinya
4.b. Wording Endorsement atas penambahan fitur asuransi
4.c. Mengisi Form Assesment
4.d. Membuat Proyeksi Hasil Underwriting 3 tahun ke depan
4.e. Membuat Brosur Pemasaran atas tambahan fitur
4.f. Membuat Form SPPA dan Klaim
4.g. Membuat Uraian Pemasaran
4.h. Menyiapkan Surat Dukungan Reasuransi

5. Setelah mendapatkan izin dari OJK, maka penambahan fitur asuransi dapat dijual ke pasar oleh Perusahaan

6. Komite Pengembangan Produk akan terus memonitor perkembangan atas penjualan produk ini apakah sesuai dengan proyeksi awal.

Produk Asuransi Yang Benar-Benar Baru Dan Belum Pernah Dipasarkan Oleh Perusahaan

1. Komite Pengembangan Produk akan melakukan pengecekan apakah rencana produk baru ini sudah ada di pasar.

1.a. Bila sudah ada di pasar, Komite Pengembangan Produk akan mencari informasi di pasar atas produk ini, siapa saja yang menjual, bagaimana hasil underwriting dan loss record-nya, pangsa pasarnya dan prospek ke depan.
1.b. Bila belum ada di pasar, Komite Pengembangan Produk akan mencari informasi kepada pihak-pihak terkait di pasar khususnya untuk mendapatkan data statistik untuk merumuskan besaran premi, fitur-fitur tambahan yang diminati oleh pasar.

2. Komite Pengembangan Produk akan melakukan analisa apakah produk baru ini dapat dilakukan secara internal oleh Perusahaan atau memerlukan jasa/layanan pihak ketiga.

2.a. Bila dapat dilakukan secara internal, tidak akan ada biaya tambahan yang nantinya akan menambah premi tambahan sehingga tidak akan kompetitif lagi di pasar.
2.b. Bila memerlukan jasa/layanan pihak ketiga, Komite Pengembangan Produk akan mencari pihak ketiga yang memiliki jasa/layanan dimaksud. Biaya jasa pihak ketiga ini harus ditekan serendah mungkin agar premi tetap kompetitif.

3. Komite Pengembangan Produk akan mengecek apakah produk baru ini tidak menyimpang dari Kebijakan Perusahaan yang ada dan tidak dikecualikan Treaty Reasuransi Perusahaan

3.a. Bila menyimpang dari Kebijakan dan dikecualikan Treaty, proses berhenti
3.b. Bila tidak menyimpang dari Kebijakan dan tidak dikecualikan Treaty, proses berjalan terus.
3.c. Apabila membutuhkan dukungan reasuransi fakultatif, Komite Pengembangan Produk akan bekerja sama dengan Bagian Reasuransi untuk mendapatkan dukungan reasuransi fakultatif.

4. Komite Pengembangan Produk akan menyiapkan seluruh dokumen untuk pengajuan ke OJK guna mendapatkan persetujuan atas produk asuransi baru ini, antara lain :

4.a. Risk & Loss Profile untuk mendapatkan rumusan beserta asumsinya
4.b. Wording Polis dan Endorsement
4.c. Mengisi Form Assesment
4.d. Membuat Proyek Hasil Underwriting 3 tahun ke depan
4.e. Membuat Brosur Pemasaran
4.f. Membuat Form SPPA dan Klaim
4.g. Membuat Uraian Pemasaran
4.h. Menyiapkan Surat Dukungan Reasuransi

5. Setelah mendapatkan izin dari OJK, maka produk asuransi baru ini dapat dijual ke pasar oleh Perusahaan

6. Komite Pengembangan Produk akan terus memonitor perkembangan atas penjualan produk ini apakah sesuai dengan proyeksi awal

Frekuensi pertemuan dan tingkat kehadiran

Pertemuan dibagi dua yaitu internal dan eksternal.

Pertemuan internal adalah pertemuan antara Ketua dan Anggota Komite Pengembangan Produk. Pertemuan dilaksanakan 4 (empat) kali dan dihadiri oleh semua anggota komite.

Pertemuan eksternal adalah pertemuan antara sebagian anggota komite dengan pihak luar, antara lain dengan Asosiasi Freight Forwarder, Penyedia Jasa Portal, Penyedia Jasa Road Assistance, Agen dan Broker Asuransi. Pertemuan dilakukan sebanyak 10 (sepuluh) kali.

UNIT MANAJEMEN RISIKO

Perusahaan Perasuransian wajib menerapkan manajemen risiko dengan mengidentifikasi, menilai, memantau dan mengelola risiko usaha secara efektif dan juga harus disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha, ukuran dan kompleksitas usaha serta kemampuan Perusahaan.

Perusahaan menghadapi berbagai risiko disetiap Divisi, dan Departemen baik yang muncul pada setiap transaksi, flow kerja, kebijakan, prosedur maupun keputusan bisnis. Risiko-risiko tersebut disadari merupakan tanggung jawab seluruh karyawan yang harus diidentifikasi, dianalisa dan dan dipantau dengan mitigasi yang efektif sehingga dapat diminimalisir.

Unit Manajemen Risiko bertanggung jawab dalam pembuatan kebijakan, kerangka manajemen risiko dan memantau kegiatan proses bisnis. Unit Manajemen risiko menetapkan tingkat dan batasan risiko dengan evaluasi besaran tingkat kemungkinan dan dampak dari risiko, kemudian menetapkan tingkat risiko yang dapat ditoleransi sesuai strategi bisnis Perusahaan dengan acuan pada kebijakan manajemen risiko yang telah dibuat.

Struktur, Keanggotaan dan Keahlian

Perusahaan telah memiliki Unit Manajemen Risiko yang melakukan proses identifikasi, analisa, evaluasi, penanganan, pemantauan dan reviu dan komunikasi.

Perusahaan telah memutuskan menunjuk pegawai yang bertanggung jawab atas Unit Manajemen Risiko melalui Surat Keputusan Direksi Nomor 084/DIR/PD/IX/2019 dengan menunjuk :

Penanggung Jawab : Dawidju Widjaja
Anggota : Christi Yanti

Sistem manajemen risiko yang diterapkan Perusahaan.

Perusahaan membuat Pedoman Manajemen Risiko sebagai pedoman dalam penerapan manajemen risiko yang merupakan implementasi GCG.

Perusahaan menerapkan manajemen risiko melalui proses sebagai berikut :

Identifikasi risiko:
Proses dilakukan secara sistematis untuk mengidentifikasi setiap risiko yang berpotensi menghambat pencapaian tujuan dan sasaran perusahaan.

Analisa risiko:
Proses penilaian risiko dilakukan untuk memastikan semua risiko telah dinilai kemungkinan (likelihood) dan konsekuensinya (consequence).

Evaluasi risiko:
Proses dilakukan untuk membandingkan tingkat risiko sehingga diketahui risiko-risiko yang memerlukan penanganan /mitigasi lebih lanjut.

Penanganan risiko:
Proses untuk menentukan pilihan penanganan risiko yang paling tepat, efektif, efisien dan dapat diimplementasikan.

Pemantauan dan reviu risiko:
Proses yang digunakan untuk melakukan review atas risiko, efektifitas penanganan risiko, proses manajemen risiko dan pemantauan terhadap rencana penerapan manajemen risiko.

Komunikasi dan konsultasi:
Proses yang dilakukan untuk merencanakan, mengkomunikasikan dan mengelola proses manajemen risiko yang sedang berjalan.

Pedoman Kerja Unit Manajemen Risiko

Sebagai Perusahaan yang selalu menjalankan Prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik sebagaimana yang telah diatur Otoritas Jasa Keuangan melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/POJK.05/2014 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaaan Perasuransian, Perusahaan membentukan dan penyusunan Pedoman Kerja Unit Manajemen Risiko yang mencakup antara lain tujuan, wewenang, dan pertanggungjawaban Unit Manajemen Risiko.

Melalui Keputusan Direksi Nomor 089-1/DIR/PD/IX/2014 tanggal 24 September 2014, Perusahaan menetapkan Pedoman Kerja Unit Manajemen Risiko PT Asuransi Dayin Mitra Tbk yang meliputi:

1. Latar Belakang
2. Visi dan Misi
3. Maksud dan Tujuan
4. Pembentukan
5. Struktur Unit Manajemen Risiko
6. Masa Tugas
7. Persyaratan Keanggotaan Unit Manajemen Risiko
8. Evaluasi
9. Tugas dan Tanggung Jawab Unit Manajemen Risiko
10. Wewenang Unit Manajemen Risiko
11. Rapat Unit Manajemen Risiko
12. Pelaporan
13. Kode etik
14. Monitoring Unit Manajemen Risiko

1. Latar Belakang

a. Bahwa setiap Perusahaan menghadapi berbagai risiko dalam setiap kegiatan operasinya.
b. Bahwa risiko tersebut harus diidentifikasi, dinilai, dipantau, serta dikelola secara efektif

2. Visi dan Misi

Visi:
Menjadi unit yang berintegritas dan berdedikasi dalam melakukan manajemen risiko terhadap Perusahaan.

Misi:
Melakukan identifikasi, penilaian, pemantauan, serta pengelolaan manajemen risiko yang ada dalam Perusahaan.

3. Maksud dan Tujuan

Pedoman Unit Manajemen Risiko ini disusun sebagai acuan dalam melaksanakan tugas untuk mendukung prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik yaitu Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi, dan Kesetaraan.

4. Pembentukan

Unit Manajemen Risiko ini dibentuk berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.2/POJK.05/2014 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik bagi Perusahaaan Perasuransian dan disahkan dengan keputusan Direksi.

5. Struktur Unit Manajemen Risiko

Anggota Unit Manajemen Risiko diangkat dan diberhentikan oleh Direksi.

6. Masa Tugas

a. Masa tugas Unit Manajemen Risiko ditetapkan oleh Direksi dan berlaku sampai adanya pencabutan surat penunjukkan.
b. Direksi dapat memberhentikan sewaktu-waktu anggota Unit Manajemen Risiko jika yang bersangkutan dinilai tidak melaksanakan tugas sebagaimana yang dinyatakan dalam surat keputusan pengangkatan anggota Unit.

7. Persyaratan Keanggotaan Unit Manajemen Risiko

a. Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang memadai sesuai dengan latar belakang pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik.
b. Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan keuangan serta laporan lain yang berhubungan dengan manajemen risiko.
c. Memiliki pengetahuan yang baik mengenai manajemen risiko.
d. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan perundang-undangan yang berlaku dan peraturan perasuransian

8. Evaluasi

Kinerja Unit Manajemen Risiko dievaluasi setiap tahun dalam bentuk laporan manajemen risiko.

9. Tugas dan Tanggung Jawab Unit Manajemen Risiko

a. Melakukan identifikasi risiko.
b. Melakukan penilaian atas risiko yang terjadi dalam Perusahaan.
c. Melakukan pemantauan terhadap bagian yang memiliki potensi risiko tinggi.
d. Melakukan pengelolaan risiko usaha secara efektif.
e. Membuat laporan yang berhubungan dengan manajemen risiko.
f. Menjaga kerahasiaan dokumen, data, dan informasi Perusahaan.

10. Wewenang Unit Manajemen Risiko

Unit Manajemen Risiko berwenang untuk mengakses informasi mengenai risiko Perusahaan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya.

11. Rapat Unit Manajemen Risiko

a. Unit Manajemen Risiko mengadakan rapat untuk mengambil keputusan terhadap penetapan toleransi risiko.
b. Setiap rapat Unit Manajemen Risiko dituangkan dalam risalah rapat yang ditandatangani oleh seluruh anggota Unit Manajemen Risiko yang hadir.

12. Pelaporan

a. Unit Manajemen Risiko membuat laporan kepada Direksi atas setiap hasil pelaksanaan tugasnya.
b. Unit Manajemen Risiko membuat laporan tertentu jika ditemukan suatu risiko signifikan yang dapat mempengaruhi operasional Perusahaan.
c. Unit Manajemen Risiko membuat laporan untuk diserahkan kepada pihak ketiga, seperti Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

13. Kode etik

a. Menjunjung tinggi integritas, profesionalisme dalam melaksanakan tugas sebagai Unit Manajemen Risiko.
b. Melaksanakan setiap tugas dan tanggung jawab secara jujur, obyektif, dan independen untuk kepentingan Perusahaan.
c. Menghindari kegiatan yang bertentangan dengan hukum, etika, dan norma-norma yang berlaku di masyarakat serta kegiatan yang bertentangan dengan kepentingan dan tujuan Perusahaan.
d. Tidak menerima imbalan atas suatu apapun di luar yang telah ditetapkan sebagai penghargaan atas tugasnya.
e. Menjaga kerahasiaan informasi Perusahaan dan tidak akan mengungkapkan informasi kecuali dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Melakukan penilaian dengan menggunakan bukti yang kuat serta tidak menggunakan informasi yang berkaitan dengan Perusahaan untuk tujuan lain.
g. Mengembangkan kemampuan dan keahlian profesi secara berkelanjutan.

14. Monitoring Unit Manajemen Risiko

Komite Pemantau Risiko melakukan monitoring terhadap Unit Manajemen Risiko atas pelaksanaan tugasnya. Unit manajemen risiko menyerahkan laporan hasil pelaksanaan tugasnya kepada Komite Pemantau Risiko yang selanjutnya dapat memberikan saran untuk menurunkan risiko dari tingkat yang tinggi ke tingkat lebih rendah yang dapat diterima oleh Perusahaan.

Menimbang bahwa dalam rangka memenuhi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 01/POJK.07/2013 tanggal 26 Juli 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan yang tertuang dalam pasal 36 ayat (1), Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memiliki unit kerja dan/atau fungsi untuk menangani dan menyelesaikan pengaduan yang diajukan Konsumen.

Pelaku Usaha Jasa Keuangan berhak untuk memastikan adanya itikad baik Konsumen dan mendapatkan informasi dan/atau dokumen mengenai Konsumen yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan.

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyampaikan informasi yang terkini dan mudah diakses kepada Konsumen tentang produk dan/atau layanan.

Struktur, Keanggotaan dan Keahlian Maka berdasarkan Surat Keputusan Direksi SK : 054/DIR/PD/II/2015 PT. Asuransi Dayin Mitra, Tbk menetapkan pembentukan dan penyusunan Pedoman Kerja Unit Perlindungan Konsumen, Literasi dan Inklusi Keuangan dengan menunjuk :

Penanggung Jawab : Sabbath Wibisana Anggota : – Efran DM Sinaga – Sanna Lauwandy

Tugas dan Tanggung Jawab Unit Perlindungan Konsumen, Literasi dan Inklusi Keuangan

a. Melaksanakan mekanisme pelayanan dan penyelesaian pengaduan konsumen melalui kerjasama dengan bagian terkait
b. Memberitahukan mekanisme pelayanan dan penyelesaian pengaduan kepada konsumen.
c. Membuat segala pelaporan mengenai Perlindungan Konsumen yang diserahkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”).
d. Menyampaikan informasi mengenai produk yang akurat, jujur, jelas dan tidak menyesatkan konsumen.

Perihal Pedoman Kerja Unit Perlindungan Konsumen, Literasi dan Inklusi Keuangan

Maksud dan Tujuan

Pedoman Unit Perlindungan Konsumen disusun sebagai acuan dalam melaksanakan tugas untuk mendukung prinsip perlindungan konsumen sektor jasa keuangan yaitu transparansi, perlakuan yang adil, keandalan, kerahasiaan dan keamanan data/informasi konsumen, serta penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau.

Latar Belakang

a. Untuk melindungi konsumen dari kecurangan, penyimpangan, penyesatan dan pengaburan informasi yang dilakukan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan. b. Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK) wajib menyampaikan informasi mengenai produk yang akurat, jujur, jelas dan tidak menyesatkan.

Pembentukan

Unit Perlindungan Konsumen dibentuk berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 01/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dan disahkan dengan keputusan Direksi

Visi dan Misi

Visi : Menjadi unit yang memiliki integritas dan kompeten dalam menangani dan menyelesaikan dengan baik pengaduan yang diajukan untuk meningkatkan kepuasan konsumen.

Misi : Menyampaikan informasi mengenai produk yang akurat, jujur, jelas, tidak menyesatkan, serta menerima pengaduan konsumen dan berupaya menyelesaikannya.

Struktur Unit Perlindungan Konsumen, Literasi dan Inklusi Keuangan

Anggota Unit Perlindungan Konsumen, Literasi dan Inklusi Keuangan diangkat dan diberhentikan oleh Direksi

Masa Tugas

a. Masa tugas Unit Perlindungan Konsumen ditetapkan oleh Direksi dan berlaku sampai adanya pencabutan surat penunjukkan. b. Direksi dapat memberhentikan sewaktu – waktu anggota Unit Perlindungan Konsumen jika yang bersangkutan dinilai tidak melaksanakan tugas sebagaimana yang dinyatakan dalam surat keputusan pengangkatan anggota unit.

Persyaratan keanggotaan Unit Perlindungan Konsumen, Literasi dan Inklusi Keuangan

Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang memadai sesuai dengan latar belakang pendidikannya serta mampu berkomunikasi dengan baik.

Evaluasi

Kinerja Unit Perlindungan Konsumen, Literasi dan Inklusi Keuangan dievaluasi setiap tahun dalam bentuk laporan self assessment.

Wewenang Unit Perlindungan Konsumen, Literasi dan Inklusi Keuangan

Unit Perlindungan Konsumen, Literasi dan Inklusi Keuangan berwenang untuk mengakses informasi di Perusahaan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya.

• Rapat Unit Perlindungan Konsumen, Literasi dan Inklusi Keuangan

a. Unit Perlindungan Konsumen, Literasi dan Inklusi Keuangan mengadakan rapat untuk mengambil keputusan yang berdampak besar

b. Setiap rapat Unit Perlindungan Konsumen dituangkan dalam risalah rapat yang ditandatangani oleh seluruh anggota Unit Perlindungan Konsumen yang hadir.

• Pelaporan

a. Unit Perlindungan Konsumen membuat laporan kepada Direksi atas setiap hasil pelaksanaan tugasnya b. Unit Perlindungan Konsumen membuat laporan tertentu jika terdapat suatu kasus yang berdampak besar baik dari segi materi maupun reputasi terhadap Perusahaan mengenai perlindungan konsumen c. Unit Perlindungan Konsumen membuat laporan untuk diserahkan kepada pihak ketiga, seperti Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

• Kode Etik

a. Menjunjung tinggi integritas, profesionalisme dalam melaksanakan tugas sebagai Unit Perlindungan Konsumen. b. Melaksanakan setiap tugas dan tanggung jawab secara jujur, obyektif dan independen untuk kepentingan Perusahaan. c. Menghindari kegiatan yang bertentangan dengan hukum, etika dan norma – norma yang berlaku di masyarakat serta kegiatan yang bertentangan dengan kepentingan dan tujuan Perusahaan. d. Tidak menerima imbalan atas suatu apapun di luar yang telah ditetapkan sebagai penghargaan atas tugasnya. e. Menjaga kerahasiaan informasi Perusahaan dan tidak akan mengungkapkan informasi kecuali dibenarkan oleh peraturan perundang – undangan yang berlaku.

PEDOMAN KERJA UNIT PERLINDUNGAN KONSUMEN

KETENTUAN UMUM

Pedoman ini memuat ketentuan dan prosedur yang bertujuan untuk mewujudkan perekonomian nasional yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, kegiatan di sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan dan akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan Peraturan Nomor: 01/POJK.07/2013 tentang perlindungan konsumen sektor jasa keuangan untuk melindungi konsumen dari kecurangan, penyimpangan, penyesatan dan pengaburan informasi yang dilakukan Pelaku Usaha Jasa Keuangan.

Tata Kelola Perusahaan Yang Baik adalah mewujudkan dan menerapkan tanggung jawab yang baik kepada masyarakat. Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyediakan atau menyampaikan informasi mengenai produk/layanan yang akurat, jujur, jelas dan tidak menyesatkan. Selain itu, Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menyampaikan informasi yang terkini dan mudah diakses, disamping wajib menggunakan istilah, frase dan kalimat dalam Bahasa Indonesia yang mudah dimengerti konsumen.

• DEFINISI

¬ Konsumen

Adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya dan/atau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan, termasuk nasabah/pemegang polis pada perasuransian berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

¬ Pelaku Jasa Keungan

Adalah bank umum, bank perkreditan rakyat, perusahaan efek, penasihat investasi, bank kustodian, dana pensiun, perusahaan asuransi, perusahaan reasuransi, lembaga pembiayaan, perusahaan gadai dan perusahaan penjamin, baik yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional maupun secara syariah.

¬ Perusahaan Asuransi Kerugian

Adalah perusahaan asuransi yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko kerugian, kehilangan manfaat, dan tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti.

5 (lima) Prinsip Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan:

a. Transparansi b. Perlakuan yang adil c. Keandalan d. Kerahasiaan dan keamanan data/informasi konsumen e. Penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau.

Ad. a. Transparansi :

Merupakan kewajiban Lembaga Jasa Keuangan untuk memberikan informasi mengenai produk dan/atau layanan kepada konsumen, baik secara tertulis, elektronik dan lisan, dengan jelas, lengkap, tepat waktu dengan cara dan bahasa yang dapat dimengerti sehingga konsumen dapat menggunakannya untuk mengambil keputusan. Perusahaan juga menyelenggarakan edukasi dalam rangka meningkatkan literasi keuangan kepada Konsumen dan/atau masyarakat.

Informasi yang diberikan diaplikasikan dalam dokumen atau sarana lain yang dapat digunakan sebagai alat bukti. Informasi disampaikan pada saat memberikan penjelasan kepada Konsumen mengenai hak dan kewajibannya, disampaikan pada saat membuat perjanjian dengan konsumen, memuat persyaratan dan dapat mengikat Konsumen secara hukum, terkini dan mudah diakses oleh Konsumen tentang produk dan/atau layanan.

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menggunakan istilah, frase, simbol, diagram dan/atau kalimat yang sederhana dalam Bahasa Indonesia yang mudah dimengerti oleh Konsumen. Penggunaan bahasa asing dalam membuat suatu dokumen harus disandingkan dengan Bahasa Indonesia.

Ringkasan informasi dan/atau layanan sebagaimana dimaksud wajib dibuat secara tertulis dan memuat informasi :

– Manfaat dari produk yang ditawarkan – Risiko yang harus di tanggung. – Biaya dari produk/layanan yang harus di tanggung konsumen. – Hak dan kewajiban konsumen. – Prosedur pelayanan dan penyelesaian pengaduan apabila terjadi ketidakpuasan penggunaan produk. – Syarat dan ketentuan lainnya.

Ad. b. Perlakuan yang adil :

Merupakan kewajiban Lembaga Jasa Keuangan untuk memperlakukan konsumen secara adil, santun (respectful) dan tidak diskriminatif (diskriminatif adalah memperlakukan pihak lain secara berbeda berdasarkan suku, agama dan ras).

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memberikan akses yang setara kepada setiap Konsumen sesuai klasifikasi Konsumen atas produk dan/atau layanan yang diberikan, yang dimaksud klasifikasi konsumen oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan berdasarkan :

– Latar belakang Konsumen. – Keterangan mengenai pekerjaan. – Rata-rata penghasilan. – Maksud dan tujuan menggunakan produk dan/atau layanan. – Informasi lain yang digunakan untuk menentukan klasifikasi Konsumen.

Pelaku Usaha Jasa Keuangan juga harus memperhatikan kesesuaian antara kebutuhan dan kemampuan Konsumen, dilarang menggunakan strategi pemasaran yang merugikan Konsumen dengan memanfaatkan kondisi Konsumen yang tidak memiliki pilihan lain dalam mengambil keputusan.

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memenuhi prinsip keseimbangan, keadilan dan kewajaran dalam membuat perjanjian dengan Konsumen.

Perjanjian yang dimaksud disusun sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dapat berbentuk digital/elektronik, dan dilarang untuk:

– Menyatakan pengalihan tanggung jawab atau kewajiban Pelaku Usaha Jasa Keuangan kepada Konsumen. – Menyatakan bahwa Pelaku Usaha Jasa Keuangan berhak menolak pengembalian uang yang telah dibayarkan oleh Konsumen, apabila ada kesalahan dalam produksi barang atau pelayanan yang ditawarkan ke Konsumen. – Menyatakan pemberian kuasa dari Konsumen kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan baik langsung maupun tidak, untuk melakukan tindakan sepihak atas barang yang telah diagunkan oleh Konsumen. – Mengatur tentang kewajiban pembuktian oleh Konsumen, jika Pelaku Usaha Jasa Keuangan menyatakan bahwa hilangnya kegunaan produk dan/atau layanan yang di beli oleh Konsumen, bukan tanggung jawab Pelaku Usaha Jasa Keuangan. – Memberi hak kepada Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk mengurangi kegunaan produk dan/atau layanan.

– Menyatakan bahwa Konsumen tunduk pada peraturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau perubahan yang dibuat secara sepihak oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan dalam masa Konsumen memanfaatkan produk dan/atau layanan yang dibelinya. – Menyatakan bahwa Konsumen memberi kuasa Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk pembebanan hak tanggung, hak gadai, atau hak jaminan atas produk dan/atau layanan yang dibeli Konsumen secara angsuran.

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menghindari benturan kepentingan antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan dengan Konsumen, dan menyediakan informasi apabila adanya potensi ataupun benturan kepentingan. Pelaku Usaha Jasa Keuangan juga wajib menyediakan layanan khusus kepada Konsumen dengan kebutuhan khusus.

Ad. c. Keandalan :

Merupakan kewajiban Lembaga Jasa Keuangan untuk memberikan layanan yang akurat dan tepat waktu, melalui sistem, prosedur, infrastruktur dan sumber daya manusia yang handal.

Pelaku Usaha Jasa Keuangan menjamin kualitas layanan dan menjaga keamanan simpanan, dana atau aset yang berada dalam tanggung jawab Lembaga Jasa Keuangan.

Pelaku Usaha Jasa Keuangan memberikan tanda bukti kepemilikan produk dan/atau pemanfaatan layanan kepada Konsumen tepat pada waktunya sesuai perjanjian dengan Konsumen.

Pelaku Usaha Jasa Keuangan memberikan laporan kepada Konsumen tentang posisi saldo dan mutasi simpanan, dana, aset, atau kewajiban konsumen secara akurat dan tepat waktu sesuai perjanjian dengan Konsumen.

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib melaksanakan instruksi Konsumen sesuai perjanjian dengan Konsumen dan juga bertanggung jawab atas kerugian yang timbul akibat kesalahan kelalaian Lembaga Jasa Keuangan, pengurus, pegawai atau pihak ketiga yang bekerja untuk Lembaga Jasa Keuangan tersebut.

Pelaku Usaha Jasa Keuangan harus dapat mengatur pengurus, pengawas dan pegawainya untuk :

– Tidak memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau pihak lain dengan merugikan Konsumen.
– Tidak menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya, yang dapat merugikan Konsumen.
– Menaati kode etik dalam melayani Konsumen, yang telah ditetapkan oleh masing-masing Pelaku Usaha Jasa Keuangan. – Bertanggung jawab kepada Konsumen atas tindakan yang dilakukan oleh pihak ketiga yang bertindak untuk kepentingan Pelaku Usaha Jasa Keuangan

Ad. d. Kerahasiaan dan keamanan data/informasi konsumen :

Merupakan kewajiban Lembaga Jasa Keuangan untuk memberikan perlindungan, menjaga kerahasiaan dan keamanan data/informasi konsumen, serta hanya menggunakan sesuai dengan kepentingan dan tujuan yang disetujui Konsumen.

Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang dengan cara apapun, memberikan data dan/atau informasi mengenai Konsumennya kepada pihak ketiga, kecuali dalam hal :

– Konsumen memberikan persetujuan tertulis untuk memberikan data dan/atau informasi pribadi kepada pihak manapun, termasuk Pelaku Usaha Jasa Keuangan.
– Diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan (misalnya peraturan mengenai Prinsip Mengenal Nasabah (PMN) dalam setiap aplikasi pendaftaran untuk menjadi Nasabah bagi Pelaku Usaha Jasa Keuangan)

Pembatalan atau perubahan sebagian persetujuan atas pengungkapan data dan/atau informasi, dilakukan secara tertulis oleh Konsumen dalam bentuk surat pernyataan.

Ad. e. Penanganan pengaduan serta penyelesaian sengketa konsumen secara sederhana, cepat dan biaya terjangkau:

Merupakan kewajiban Lembaga Jasa Keuangan untuk menangani pengaduan konsumen dan menyelesaikan sengketa secara efektif, efisien, responsive dan tepat waktu.

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib memiliki dan melaksanakan mekanisme pelayanan dan penyelesaian pengaduan bagi Konsumen, memiliki unit kerja dan/atau fungsi untuk menangani dan menyelesaikan pengaduan yang diajukan Konsumen dan juga diberitahukan mekanisme atau cara pelaporan kepada Konsumen.

Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib menunjuk 1 (satu) orang pegawai di setiap kantor Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk menangani penyelesaian pengaduan Konsumen.

Pelaku Usaha Jasa Keuangan dilarang mengenakan biaya apapun atas pengaduan yang diajukan Konsumen. Melaporkan secara berkala adanya pengaduan Konsumen dan tindak lanjut pelayanan dan penyelesaian pengaduan Konsumen kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap 3 (tiga) bulan.

Pelaku Usaha Jasa Keuangan harus segera menindaklanjuti dan menyelesaikan pengaduan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja setelah tanggal penerimaan pengaduan, dan dapat diperpanjang jangka waktu sampai dengan paling lama 20 (dua puluh) hari kerja berikutnya, dalam kondisi sebagai berikut :

– Terdapat kendala komunikasi atau perbedaan pengaduan diantara kantor Pelaku Usaha Jasa Keuangan. – Transaksi keuangan yang diadukan oleh Konsumen memerlukan penelitian khusus terhadap dokumen-dokumen Pelaku Usaha Jasa Keuangan. – Terdapat hal-hal lain diluar kendali Pelaku Usaha Jasa Keuangan, misalnya keterlibatan pihak ketiga di luar Pelaku Usaha Jasa Keuangan dalam transaksi keuangan yang dilakukan oleh Konsumen.

Perpanjangan jangka waktu penyelesaian pengaduan wajib diberitahukan secara tertulis kepada Konsumen yang mengajukan pengaduan sebelum jangka waktu 20 (dua puluh) hari kerja pertama berakhir.

Setelah menerima pengaduan Konsumen, Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib melakukan :

– Pemeriksaan internal atas pengaduan secara kompeten, benar dan obyektif. – Melakukan analisis untuk memastikan kebenaran pengaduan.
– Menyampaikan pernyataan maaf dan menawarkan ganti rugi atau perbaikan produk dan/atau layanan, jika pengaduan Konsumen benar.

Apabila dalam hal penyelesaian pengaduan tidak mencapai kesepakatan, maka Konsumen dapat menyelesaikan sengketa diluar pengadilan (lembaga alternatif penyelesaian sengketa) atau melalui pengadilan. Namun, bila tidak melalui pengadilan ataupun lembaga alternatif penyelesaian sengketa, Konsumen dapat menyampaikan permohonan kepada Otoritas Jasa Keuangan untuk memfasilitasi penyelesaian pengaduan Konsumen yang dirugikan.

Fasilitas Penyelesaian Pengaduan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) :

Konsumen dapat menyampaikan pengaduan yang berindikasi sengketa antara Pelaku Usaha Jasa Keuangan dengan konsumen atau pelanggaran atas ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan kepada OJK.

Konsumen akan difasilitasi penyelesaian pengaduan oleh OJK yang berindikasi sengketa di sektor jasa keuangan, bila memenuhi persyarat sebagai berikut :

a. Konsumen mengalami kerugian finansial

– Pelaku Usaha Jasa Keuangan di bidang asuransi umum maksimal Rp 750.000.000,- ( tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

– Pelaku Usaha Jasa Keuangan dibidang Perbankan, Pasar Modal, Dana Pensuin, Asuransi Jiwa, Pembiayaan, Perusahaan Gadai, atau Penjamin maksimal Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

b. Konsumen mengajukan permohonan secara tertulis disertai dengan dokumen pendukung yang berkaitan dengan pengaduan.
c. Pelaku Usaha Jasa Keuangan telah melakukan upaya penyelesaian pengaduan namun Konsumen tidak dapat menerima penyelesaian tersebut dan telah melewati batas yang telah ditetapkan peraturan OJK.
d. Pengaduan yang diajukan bukan merupakan sengketa yang sedang dalam proses atau pernah diputuskan oleh lembaga arbritrase atau pengadilan atau lembaga mediasi lainnya.
e. Pengaduan yang diajukan bersifat keperdataan.
f. Pengaduan belum pernah difasilitasi oleh OJK.
g. Pengajuan tersebut tidak melebihi 60 (enam puluh) hari kerja sejak tanggal surat hasil penyelesaian Pengaduan yang disampaikan Pelaku Usaha Jasa Keuangan kepada Konsumen.

Pemberian fasilitas penyelesaian pengaduan yang dilaksanakan OJK berupaya untuk mempertemukan Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan untuk mengkaji ulang permasalahan secara mendasar dalam rangka memperoleh kesepakatan penyelesaian.

OJK menunjuk fasilitator untuk melaksanakan fungsi penyelesaian pengaduan, memulai proses fasilitasi dituang dalam bentuk perjanjian yang memuat : – Kesepakatan untuk memilih penyelesaian pengaduan yang difasilitasi oleh OJK. – Patuh dan tunduk pada aturan fasilitasi yang ditetapkan oleh OJK.

Pelaksanaan proses fasilitasi sampai dengan ditandatanganinya Akta Kesepakatan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak Konsumen dan Pelaku Usaha Jasa Keuangan menandatangani perjanjian fasilitasi tersebut, dan dapat di perpanjang sampai dengan 30 (tiga puluh) hari kerja berikutnya.

Kesepakatan yang dihasilkan dari fasilitasi OJK dituangkan dalam Akta Kesepakatan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. Apabila dalam hal ini tidak terjadi kesepakatan, maka ketidaksepakatan tersebut dituangkan dalam berita acara hasil fasilitasi OJK yang juga di tandatangani oleh kedua belah pihak.

• Pengendalian Internal

a. Direksi dan pengurus Pelaku Usaha Jasa Keuangan bertanggung jawab atas ketaatan pelaksanaan peraturan OJK tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
b. Dewan Komisaris atau pengawas Pelaku Usaha Jasa Keuangan melakukan pengawasan atas tanggung jawab Direksi atau pengurus terhadap ketentuan peraturan ini
c. Pelaku Usaha Jasa Keuangan membentuk sistem pelaporan untuk menjamin optimalisasi pengawasan Direksi atau pengurus terhadap ketaatan pelaksanaan peraturan ini.
d. Pelaku Usaha Jasa Keuangan memiliki dan menerapkan kebijakan dan prosedur tertulis perlindungan Konsumen (termasuk dalam Standar Prosedur Operasioanl ini) dan juga wajib ditaati oleh pengurus dan pegawai Pelaku Usaha Jasa Keuangan.

OJK akan melakukan pengawasan kepatuhan Pelaku Usaha Jasa Keuangan terhadap ketentuan pelaksanaan peraturan ini, OJK berwenang meminta data dan informasi dari Pelaku Usaha Jasa Keuangan berkaitan dengan pelaksanaan ketentuan perlindungan Konsumen dan dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.

• Sanksi

Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan/atau pihak yang melanggar ketentuan dalam peraturan OJK ini dikenakan sanksi administratif, antara lain berupa :

1. Peringatan tertulis. 2. Denda/Kewajiban membayar sejumlah uang tertentu. 3. Pembatasan kegiatan usaha. 4. Pembekuan kegiatan usaha. 5. Pencabutan izin kegiatan usaha.

Sanksi administratif dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului pengenaan sanksi peringatan tertulis, sanksi denda dapat dikenakan secara tersendiri atau secara bersama-sama dengan sanksi lainnya.

Besarnya sanksi denda ditetapkan oleh OJK berdasarkan ketentuan tentang sanksi administratif berupa denda yang berlaku untuk setiap sektor jasa keuangan. OJK dapat mengumumkan pengenaan sanksi pada Pelaku Usaha Jasa Keuangan kepada masyarakat.

Publikasi Penanganan Pengaduan
Periode : Oktober – Desember 2023
PT Asuransi Dayin Mitra Tbk

No. Jenis Transaksi Keuangan Selesai Dalam Proses Tidak Selesai Jumlah Pengaduan
Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase
1 0 0 0 0
Total 0 0 0 0

Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/POJK.05/2014 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian, pasal 7, Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi wajib memiliki anggota Direksi yang membawahkan fungsi kepatuhan.

Anggota Direksi yang membawahkan fungsi kepatuhan tidak dapat dirangkap oleh anggota Direksi yang membawahkan fungsi teknik asuransi, fungsi pemasaran dan fungsi keuangan, kecuali direktur utama.

Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi wajib memiliki satuan kerja atau pegawai yang melaksanakan fungsi kepatuhan. Satuan kerja atau pegawai yang melaksanakan fungsi kepatuhan bertugas membantu Direksi dalam memastikan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang usaha perasuransian dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Satuan kerja atau pegawai yang melaksanakan fungsi kepatuhan bertanggungjawab kepada anggota Direksi yang membawahkan fungsi kepatuhan.

Struktur, Keanggotaan dan Keahlian

Bahwa dalam rangka memenuhi Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/POJK.05/2014 Tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian tanggal 28 Maret 2014, Perusahaan menetapkan satuan kerja atau pegawai yang melaksanakan fungsi kepatuhan melalui Surat Keputusan Direksi Nomor 067/DIR/PD/V/2019 tanggal 7 Mei 2019 menunjuk :

Penanggung Jawab : Efran Sinaga
Anggota :  Rio Tanandi

Perusahaan menjalankan fungsi kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kebijakan internal dan perjanjian dengan pihak lain.

PEDOMAN KERJA UNIT KEPATUHAN

Sebagai komitmen dalam menerapkan fungsi kepatuhan terhadap Peraturan perundang-undangan mapun Peraturan yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan, Perusahaan membentuk Pedoman Kerja dari Unit Kepatuhan yang dibentuk dan disetujui melalui Surat Keputusan Direksi Nomor 083-1/DIR/PD/VIII/2014 tanggal 14 Agustus 2014 yang meliputi :

1. Latar Belakang
2. Visi dan Misi
3. Maksud dan Tujuan
4. Pembentukan
5. Struktur Unit Kepatuhan
6. Masa Tugas
7. Persyaratan Keanggotaan Unit Kepatuhan
8. Evaluasi
9. Tugas dan Tanggung Jawab Unit Kepatuhan
10. Wewenang Unit Kepatuhan
11. Rapat Unit Kepatuhan
12. Pelaporan
13. Kode etik

1. Latar Belakang

a. Bahwa setiap Perusahaan perlu menjalankan usahanya sesuai dengan perundang-undangan dan peraturan lain yang berlaku.

b. Perusahaan perlu mengumpulkan dan menyerahkan laporan kepada OJK dan pihak ketiga lain dengan tepat waktu.

c. Penerapan peraturan dan undang-undang yang berlaku beserta pembaharuannya memerlukan penanganan dari unit yang terpisah

2. Visi dan Misi

Visi :
Menjadi Unit yang berintegritas dan berdedikasi tinggi dalam ketaatan terhadap pelaksanaan peraturan dan undang-undang yang berlaku.

Misi :
Melaksanakan tugas pemantauan terhadap setiap peraturan ataupun pembaharuan undang-undang Perasuransian yang berlaku serta mengkoordinasikan penerapannya pada Perusahaan.

3. Maksud dan Tujuan

Pedoman Kerja Unit Kepatuhan ini disusun sebagai acuan dalam melaksanakan tugas untuk mendukung prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan Yang Baik yaitu Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi, dan Kesetaraan.

4. Pembentukan

Unit Kepatuhan ini dibentuk berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 2/POJK.05/2014 dan disahkan dengan Keputusan Direksi.

5. Struktur Unit Kepatuhan

Anggota Unit Kepatuhan diangkat dan diberhentikan oleh Direksi.
6. Masa Tugas

a. Masa tugas Unit Kepatuhan ditetapkan oleh Direksi dan berlaku sampai adanya pencabutan surat penunjukkan.
b. Direksi dapat memberhentikan sewaktu-waktu anggota Unit Kepatuhan jika yang bersangkutan dinilai tidak melaksanakan tugas sebagaimana yang dinyatakan dalam surat keputusan pengangkatan anggota.

7. Persyaratan Keanggotaan Unit Kepatuhan

a. Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang memadai sesuai dengan latar belakang pendidikannya serta mampu berkomunikasi dengan baik.
b. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan perundang-undangan Perusahaan Asuransi yang berlaku serta pembaharuan dari setiap peraturan tersebut.
c. Memiliki kemampuan koordinasi yang baik kepada setiap bagian dalam pelaksanaan undang-undang yang berlaku beserta pembaharuannya.

8. Evaluasi

Kinerja anggota Unit dievaluasi setiap satu tahun dalam bentuk self assessment.

9. Tugas dan Tanggung Jawab Unit Kepatuhan

a. Melakukan pemantauan secara berkala terhadap peraturan dan undang-undang Perasuransian yang berlaku beserta pembaharuan dari undang-undang tersebut.
b. Melakukan koordinasi kepada setiap bagian terkait penyerahan laporan yang diwajibkan oleh OJK sehingga pengumpulan laporan dilakukan sesuai waktu yang ditentukan.
c. Melakukan pemantauan kepada bagian-bagian dalam Perusahaan untuk memastikan Perusahaan telah menjalankan usahanya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku
d. Menyerahkan laporan atas hasil pelaksanaan tugasnya kepada Direksi dan sekretaris Perusahaan

10. Wewenang Unit Kepatuhan

Unit Kepatuhan berwenang untuk mengakses informasi di Perusahaan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya.

11. Rapat Unit Kepatuhan

a. Unit Kepatuhan mengadakan rapat untuk membahas peraturan termasuk pembaharuan peraturan dan undang-undang yang akan diterapkan pada Perusahaan
b. Setiap rapat Unit Kepatuhan dituangkan dalam risalah rapat yang ditandatangani oleh seluruh anggota Unit Kepatuhan yang hadir.

12. Pelaporan

a. Unit Kepatuhan membuat laporan kepada Direktur Kepatuhan dan Sekretaris Perusahaan atas hasil pelaksanaan tugasnya
b. Unit Kepatuhan membuat laporan tertentu jika terdapat suatu kasus yang berdampak besar kepada Perusahaan terkait kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berlaku.

13. Kode etik

a. Menjunjung tinggi integritas, profesionalisme dalam melaksanakan tugas sebagai Unit Kepatuhan .

b. Melaksanakan setiap tugas dan tanggung jawab secara jujur, obyektif dan independen semata-mata untuk kepentingan Perusahaan.
c. Menghindari kegiatan yang bertentangan dengan hukum, etika, benturan kepentingan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat serta kegiatan yang bertentangan dengan kepentingan dan tujuan Perusahaan.
d. Tidak menerima imbalan atas sesuatu apapun diluar dari yang sudah ditetapkan sebagai penghargaan atas tugasnya.
e. Menjaga kerahasiaan informasi Perusahaan dan tidak akan mengungkapkan informasi tersebut kecuali dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Mengembangkan kemampuan dan keahlian profesi secara berkelanjutan.

Prinsip Mengenal Nasabah adalah prinsip yang diterapkan Lembanga Keuangan Non Bank (LKNB) untuk mengetahui latar belakang dan identitas Nasabah, memantau Rekening dan transaksi Nasabah, serta melaporkan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan Transaksi Keuangan yang Dilakukan Secara Tunai, termasuk transaksi keuangan yang terkait dengan Pendanaan Kegiatan Terorisme.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank, pasal 2, LKNB wajib menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah (PMN).

Prinsip Mengenal Nasabah yang dimaksud adalah wajib dalam hal:

a. Menetapkan kebijakan dan prosedur penerimaan Nasabah.

b. Menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi Nasabah.

c. Menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan Rekening dan pelaksanaan transaksi Nasabah.

d. Menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.

Struktur, Keanggotaan dan Keahlian

Dalam rangka pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah, LKNB wajib membentuk unit kerja khusus atau menugaskan anggota direksi atau pengurus atau pejabat setingkat di bawah direksi atau pengurus yang bertanggung jawab mengenai penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.

Oleh karena itu, Perusahaan membentuk Unit kerja khusus yang di beri nama Unit Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah yang disahkan dengan Surat Keputusan Direksi Nomor 055/DIR/PD/II/2015 tanggal 9 Februari 2015 dengan menunjuk :

Penanggung Jawab : Maudia Abdulkadir
Anggota : Hanny Dumalang

Sebelum membentuk Unit tersebut, Perusahaan sebelumnya sudah menunjuk atau menugaskan anggota direksi atau pengurus atau pejabat setingkat di bawah direksi atau pengurus yang bertanggung jawab mengenai penerapan Prinsip Mengenal Nasabah dan setelah unit terbentuk tanggung jawab mengenai Prinsip Mengenal Nasabah sepenuhnya menjadi tanggung jawab unit.

Perusahaan juga selalu menerapkan PMN untuk setiap nasabah yang melakukan penutupan asuransi, PMN dilakukan pada saat akseptasi risiko yang akan dinilai dari setiap nasabah. Penerapan PMN dilakukan dengan membuat formulir secara khusus untuk masing-masing jenis nasabah yaitu nasabah agen, nasabah perorangan/individu, maupun nasabah dalam bentuk badan hukum/perusahaan.

Perusahaan selalu konsisten di setiap tahunnya dalam melakukan sosialisasi PMN dan melaporkan kegiatan sosialisasi tersebut kepada pihak Otoritas Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yaitu 15 setelah tahun buku berakhir, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah Bagi Lembaga Keuangan Non Bank, pasal 33, ayat 4, dimana LKNB wajib menyampaikan laporan pelaksanaan program pelatihan Prinsip Mengenal Nasabah kepada Menteri Keuangan melalui Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan pada tanggal 15 Januari tahun berikutnya.

PEDOMAN KERJA UNIT PELAKSANAAN PRINSIP MENGENAL NASABAH

Pada tanggal 9 Februari 2010, Menteri Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah bagi Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB).

Tujuan Peraturan Menteri Keuangan tersebut sebagai upaya untuk menciptakan industri keuangan non bank yang sehat yang mengacu pada praktik-praktik terbaik yang berlaku secara internasional (international best practices) dan terlindungi dari kemungkinan disalahgunakan untuk kejahatan keuangan, terrnasuk pencucian uang dan pendanaan kegiatan terorisme, baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung oleh pelaku kejahatan.

Peraturan Menteri Keuangan tersebut mewajibkan setiap LKNB untuk menyusun Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (P4MN).

Penyusunan P4MN dimaksudkan sebagai pedoman bagi semua unsur manajemen maupun staf PT Asuransi Dayin Mitra Tbk (Perusahaan) termasuk agen Perusahaan dalam melaksanakan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.

Di dalam P4MN ini mengatur beberapa hal sebagai berikut :
1. Penanggung jawab penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (PMN).
2. Kebijakan dan prosedur penerimaan Nasabah.
3. Kebijakan dan prosedur dalam mengidentifikasi dan memverifikasi Nasabah.
4. Kebijakan dan prosedur pemantauan rekening dan pelaksanaan transaksi Nasabah.
5. Kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan PMN.

Penyusunan P4MN tersebut bertujuan agar Perusahaan mempunyai pedoman yang baku untuk dapat mengenali profil nasabahnya sehingga pada gilirannya Perusahaan dapat mengidentifikasi adanya transaksi yang tidak wajar yang dapat menjadi Transaksi Keuangan Mencurigakan (Suspicious Transactions) dan Transaksi Keuangan yang Dilakukan Secara Tunai (Cash Transactions).

Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, Perusahaan menyampaikan Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan atau LTKM (Suspicious Transactions Report atau STR) dan/atau Laporan Transaksi Keuangan Tunai atau LTKT (Cash Transactions Report atau CTR) kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Selain itu, P4MN juga ditujukan agar Perusahaan juga menyampaikan laporan transfer dana dari dan ke luar negeri kepada PPATK.

Transaksi Keuangan Mencurigakan yang disingkat TKM adalah:
1. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi Nasabah yang bersangkutan;
2. Transaksi keuangan yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan yang wajib dilakukan oleh Perusahaan;
3. Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau
4. Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Transaksi Keuangan Tunai yang disingkat TKT adalah transaksi penarikan, penyetoran, atau penitipan yang dilakukan dengan uang tunai atau instrumen pembayaran lain yang dilakukan melalui Perusahaan.
Transaksi Yang Tidak Wajar adalah transaksi termasuk namun tidak terbatas pada transaksi keuangan yang tidak biasa dalam jumlah besar, transaksi yang dilakukan oleh pihak yang tidak mempunyai hubungan ekonomi yang jelas, transaksi yang diduga akan digunakan untuk melakukan perbuatan melanggar hukum, dan/atau transaksi yang tidak sesuai dengan pola aktivitas Rekening.
Perusahaan telah memiliki Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (P4MN) yang telah disesuaikan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah bagi Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB).
Perusahaan berkomitmen untuk menjalankan dan menerapkan Pedoman Prinsip Mengenal Nasabah, salah satunya pada saat proses akseptasi yaitu dengan mewajibkan setiap bisnis baru ataupun perpanjangan polis yang dimana nasabahnya belum mengisi formulir Prinsip Mengenal Nasabah (PMN) wajib mengisi formulir tersebut dan akseptor memastikan bahwa pengisian Formulir P4MN telah diisi dengan lengkap dan benar oleh nasabah.

Formulir PMN atau Identitas Nasabah dibuat berdasarkan sumber bisnis itu didapat misalnya melalui nasabah langsung perorangan maupun nasabah berbadan hukum/institusi, nasabah dari agen, nasabah dari broker, dan nasabah dari bank.

Di tahun 2015, Perusahaan melakukan penyesuaian Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (P4MN) mengenai Kategori Penggunaan Jasa Yang Berpotensi Melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang yang berdasarkan Peraturan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Nomor PER-02/1.02/PPATK/02/15 tanggal 3 Februari 2015, tentang Katagori Pengguna Jasa Yang Berpotensi Melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Berdasarkan peraturan tersebut Perusahaan sudah menyesuaikan Pedoman Pelaksanaan Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (P4MN) dan melaporkan penyesuaian tersebut kepada Otoritas Jasa Keuangan.

Di tahun 2015 Otoritas Jasa Keuangan mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 39/POJK.05/2015 tetang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Oleh Penyedia Jasa Keuangan Di Sektor Industri Keuangan Non-Bank yang mulai berlaku pada tanggal 28 Desember 2015.

Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) adalah upaya pencegahan dan pembrantasan tindak pidana Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.

Unit Pelaksanaan Prinsip Mengenal Nasabah yang telah dibentuk akan bertanggung jawab untuk melakukan penyusunan dan pengkinian pedoman penerapan program APU dan PPT, memastikan adanya sistem informasi dan prosedur identifikasi Nasabah yang memadai, termasuk memastikan bahwa formulir yang berkaitan dengan Nasabah telah mengakomodasi data yang diperlukan dalam penerapan program APU dan PPT.

Pedoman penerapan APU dan PPT akan disesuaikan dengan pedoman Prinsip Mengenal Nasabah yang telah ada dan akan dilaporkan ke OJK di tahun 2016.

  • Ruang Lingkup Pekerjaan Audit:

Pengendalian internal ditetapkan setelah mempertimbangkan lingkungan pengendalian yang mencakup sikap para manajemen dan karyawan terhadap pentingnya pengendalian manajemen yaitu filosofi dan gaya operasi manajemen, struktur organisasi serta praktik kepegawaian secara menyeluruh yang dilakukan bersama-sama dengan penilaian yang memadai terhadap risiko yang relevan serta mekanisme pemantauan yang efektif.

Meskipun demikian, perlu disadari bahwa pengendalian internal yang ada hanya dapat memberikan keyakinan yang memadai dan tidak memberikan jaminan sepenuhnya terhadap salah saji atau kerugian yang material.

Ruang lingkup audit meliputi fungsi manajemen, dengan cakupan meliputi bidang finansial dan non finansial.

  • Audit Finansial:

Lebih berorientasi kepada masalah keuangan. Sasaran audit keuangan adalah kewajaran atas laporan keuangan yang disajikan manajemen.

Pada saat ini orientasi internal audit lebih difokuskan pada audit operasional di perusahaan. Hal tersebut disebabkan audit atas laporan keuangan perusahaan telah dilakukan oleh Eksternal Auditor pada waktu audit umum (general audit) tahunan. General audit dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP).

  • Audit Operasional:

Sasaran dari audit operasional adalah penilaian masalah efesiensi, efektifitas dan ekonomis. Hasil audit bukan semata-mata masalah kebenaran formal, tetapi untuk meningkatkan kinerja organisasi.

  • Audit Ketaatan/Kepatuhan:

Bertujuan untuk menguji apakah pelaksanaan/kegiatan telah sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.

Peraturan/ketentuan yang dijadikan kriteria dalam audit kepatuhan antara lain:

  • Peraturan/Undang-undang yang ditetapkan oleh Instansi Pemerintah atau Badan/Lembaga lain yang terkait; dan

  • Kebijakan/Sistem dan Prosedur yang ditetapkan oleh manajemen perusahaan (Direksi).

  • Audit kecurangan:

Ditujukan untuk mengungkap adanya kasus yang berindikasi korupsi, kolusi dan nepotisme yang berpotensi merugikan perusahaan dan menguntungkan pribadi maupun kelompok atau pihak ketiga.

  • Struktur atau kedudukan satuan kerja audit internal

Ketua : Budi Waluyo

Anggota: Woen Tay Cun

Anggota: Kadek Wisnu Bhuana

Anggota:  Steven Wijaya

Unit Audit Internal adalah unit pengawasan internal Perusahaan yang berkedudukan di bawah Presiden Direktur dan terdiri dari 4 orang personil. Unit Audit Internal dipimpin oleh seorang Kepala Unit Audit Internal. Kepala Unit Audit Internal bertanggung jawab dan melapor kepada Presiden Direktur.

  • Independensi Auditor Internal:

Dibutuhkan pengendalian internal yang dapat dipercaya untuk memastikan adanya pemisahan tugas, garis otoritas serta kebijakan dan prosedur terkait secara jelas termasuk pengamanan terhadap aset Perusahaan.

Ketua dan anggota Internal Audit bekerja secara independen yaitu:

  • Bukan pemegang saham baik langsung ataupun tidak langsung.

  • Tidak memiliki hubungan afiliasi dengan anggota Dewan Komisaris, anggota Direksi maupun pemegang saham utama Perusahaan.

  • Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Perusahaan.

  • Bukan merupakan orang yang bekerja atau mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, mengendalikan, atau mengawasi kegiatan Perusahaan dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir.

  • Uraian Tugas Satuan Kerja:

Tugas dan Tanggung Jawab Unit Audit Internal:

  • Menyusun dan melaksanakan rencana Audit Internal tahunan berdasarkan prioritas risiko yang sesuai dengan tujuan Perusahaan.

  • Menguji dan mengevaluasi pelaksanaan pengendalian internal dan sistem manajemen risiko sesuai dengan kebijakan Perusahaan.

  • Melakukan pemeriksaan dan penilaian atas efisiensi dan efektifitas di bidang keuangan, akuntansi, operasional, sumber daya manusia, pemasaran, teknologi informasi dan kegiatan lainnya.

Tahapan pemeriksaan dilakukan sebagai berikut:

  • Persiapan Penugasan Audit:

Dalam tahap ini dimulai dengan penunjukan tim yang akan terlibat dalam suatu penugasan oleh Internal Audit. Hal ini sebagai bukti bahwa pelaksanaan audit dilakukan atas perintah dari atasan dan bukan karena kehendak pribadi.

  • Survey Audit Pendahuluan:

Proses untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam mengenai risiko dari suatu departemen/cabang yang akan diperiksa.

Survei pendahuluan meliputi langkah-langkah analisis terhadap risiko yang terjadi dalam suatu departemen/cabang yang akan diaudit.

Survei pendahuluan dilakukan untuk memperoleh dan menganalisis informasi yang relevan dengan penilaian risiko secara efisien dan efektif.

  • Melaksanaan Pengujian

Setelah itu tim menentukan cakupan dan luas audit yang hendak dilaksanakan pengujiannya.

Pada tahap ini tim mencari bukti yang menguatkan informasi yang diperoleh pada survei pendahuluan.

Bukti audit dapat menjadi bukti awal sebagai bukti hukum apabila bukti tersebut ditemukan secara cermat, akurat dan tepat yang terkait dengan temuan audit atau kesimpulan audit.

  • Penyelesaian Penugasan Audit:

Merupakan tahap terakhir dari proses pekerjaan lapangan. Tim mematangkan berbagai temuan yang telah dirangkum selama proses pekerjaan lapangan.

Tim memperoleh keyakinan yang memadai bahwa temuan yang dirangkumnya telah dijalankan sesuai prosedur, obyektif, dan independen.

Pada saat mengkonfirmasi temuan kepada pihak yang diperiksa, tim telah menyiapkan berbagai data yang dibutuhkan untuk mendukung temuan yang diajukan beserta rekomendasi yang disarankan kepada pihak yang diperiksa.

Setelah itu tim meminta jawaban dalam bentuk tertulis beserta dengan kesanggupan untuk menindaklanjuti rekomendasi.

Dalam tanggapan tertulis tersebut, juga dicantumkan batas tindak lanjut atas rekomendasi tersebut akan dilaksanakan serta personel yang bertanggungjawab.

Pada tahap akhir, Tim menyampaikan pokok-pokok hasil pemeriksaan kepada Departemen/Cabang yang diperiksa/yang mewakili. 

Pihak yang diperiksa dapat mengetahui temuan-temuan serta rekomendasi yang dihasilkan dari proses audit tersebut. Hal ini karena laporan hasil audit akan sangat berguna dalam proses pembuatan keputusan di masa yang akan dating.

  • Pelaporan Hasil Audit:

Setelah selesai pelaksanaan pengujian di lapangan, berdasarkan dokumentasi Kertas Kerja Audit (mulai dari perencanaan/persiapan audit sampai dengan temuan dan rekomendasi yang sudah mendapatkan tanggapan dari pihak yang diperiksa), Kepala Tim bersama anggota tim kemudian menyusun laporan hasil audit untuk disampaikan kepada Presiden Direktur dan Dewan Komisaris.

  • Pemantauan:

Sebagai tindak lanjut pemantauan, analisa dilaksanakan berdasarkan kesepakatan yang telah disetujui oleh pihak yang diperiksa terkait dengan pelaksanaan rekomendasi yang telah diberikan. 

Bekerjasama dengan Komite Audit:

  • Menyusun program untuk mengevaluasi mutu kegiatan audit internal yang telah dilakukan.

  • Melaksanakan pemeriksaan khusus apabila diperlukan.

  • Jumlah pegawai pada satuan kerja audit internal:

Unit Audit Internal merupakan unit pengawasan internal Perusahaan yang berkedudukan di bawah Presiden Direktur dan terdiri dari 3 orang.

Unit Audit Internal dipimpin oleh seorang kepala Unit Audit Internal. Kepala Unit Audit Internal bertanggung jawab dan melapor kepada Presiden Direktur.

Kepala Unit Audit Internal memiliki keahlian yang memadai dalam melakukan pemeriksaan internal. Beliau aktif mengikuti berbagai training dan seminar yang diadakan oleh beberapa lembaga asuransi dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Selain itu juga turut serta dalam sosialisasi dan pembahasan penyusunan peraturan perasuransian dibawah koordinasi Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Internal Audit bekerja secara independen dan obyektif baik melalui pemeriksaaan maupun saran dan rekomendasi perbaikan dengan membuat laporan kepada Presiden Direktur.

  • Laporan hasil pelaksanaan tugas Audit Internal

Unit audit internal melaksanakan tugasnya dalam melakukan pemeriksaan terhadap Cabang-cabang, Kantor Pemasaran dan Departemen di Kantor Pusat Perusahaan.

Laporan hasil pelaksanaan tugas audit internal diserahkan ke Presiden Direktur dan selanjutnya dilakukan tindak lanjut atas rekomendasi dan hal-hal yang harus diperbaiki.

  • Piagam Unit Audit Internal

Audit Internal memberikan keyakinan (assurance) dan konsultasi yang bersifat independen dan objektif, dengan tujuan untuk meningkatkan nilai dan memperbaiki operasional perusahaan, melalui pendekatan yang sistematis, dengan cara mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses Tata Kelola Perusahaan.

Piagam Unit Audit Internal Perusahaan dibuat berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 56/POJK.04/2015 tanggal 19 Desember 2015 tentang Pembentukan dan Pedoman Penyusunan Piagam Unit Audit Internal dan disahkan dalam Surat Keputusan Direksi nomor 065-2/DIR/PD/VI/2016.

Piagam Unit Audit Internal yang digunakan sebagai pedoman Unit Audit Internal dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Unit Audit Internal adalah unit kerja dalam Emiten atau Perusahaan Publik yang menjalankan fungsi Audit Internal.

Hal-hal yang dimuat dalam Internal Audit Charter adalah:

  1. Tujuan Audit Internal

  2. Struktur, Kedudukan dan Pertanggungjawaban Unit Audit Internal
  3. Persyaratan Auditor yang duduk dalam Unit Audit Internal

  4. Tugas dan Tanggung Jawab Unit Audit Internal

  5. Wewenang Unit Audit Internal

  6. Kode Etik Unit Audit Internal

  7. Larangan Perangkapan Tugas dan Jabatan

  8. Lain-lain

Piagam Unit Audit Internal ini ditetapkan oleh Direksi setelah mendapat persetujuan Dewan Komisaris dan secara berkala akan dievaluasi untuk penyempurnaan.

Perusahaan telah memiliki satuan kerja atau petugas penanggung jawab penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) yang dibentuk berdasarkan POJK Nomor 39/POJK.05/2015 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang Dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Oleh Penyedia Jasa Keuangan Di Sektor Indutri Keuangan Non-Bank, dengan susunan anggota yang sudah disesuaikan dengan POJK Nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang Dan Pencegahan Pendanaan Terorisme Di Sektor Jasa Keuangan. Satuan kerja ini menggantikan Unit Prinsip Mengenal Nasabah (PMN) yang telah dibentuk sebelumnya.

Dengan dikeluarkannya POJK Nomor 12/POJK.01/2017 yang membatalkan POJK Nomor 39/POJK.05/2015, Perusahaan juga sudah melakukan perubahan terhadap Pedoman Penerapan Program APU dan PPT yang didasarkan pada pendekatan berbasis risiko (risk based approach) sebagaimana yang direkomendasikan oleh standar internasional The Financial Action Task Force (FATF) Recommendation.

Pedoman Penerapan Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) ini mencakup:

  1. Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris.
  2. Kebijakan dan prosedur.
  3. Pengendalian inter
  4. Sistem informasi manajemen.
  5. Sumber daya manusia dan pelatihan.

Perusahaan telah menunjuk penanggung jawab penerapan program APU dan PPT dengan Surat keputusan Direksi nomor 066/DIR/PD/V/2019 tanggal 7 Mei 2019, yaitu:

Penanggung Jawab  :  Dawidju Widjaja

Program Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT) merupakan bagian dari penerapan manajemen risiko Perusahaan secara keseluruhan.Penerapan Program APU dan PPT berupaya untuk menciptakan Perusahaan yang sehat, yang mengacu pada praktik-praktik yang berlaku secara internasional (international best practices) dan terlindungi/terhindar dari kemungkinan penyalahgunaan oleh pelaku tindak kejahatan dalam melakukan kejahatan keuangan, termasuk Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme, baik yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

PENGAWASAN AKTIF DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS

Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab melakukan pengawasan secara aktif atas seluruh pelaksanaan penerapan program APU dan PPT sesuai dengan peraturan yang berlaku dan memastikan Perusahaan memiliki dan menjalankan kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT.

PENANGGUNG JAWAB PENERAPAN PROGRAM APU DAN PPT

Penanggung jawab penerapan program APU dan PPT ditetapkan oleh Direksi dalam bentuk Surat Keputusan Direksi yaitu melalui pembentukan unit kerja khusus dan/atau penunjukkan pejabat yang bertanggung jawab atas penerapan program APU dan PPT yang disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan Perusahaan.

Pelaksanaan penerapkan program APU dan PPT di Kantor Cabang dilakukan oleh Kepala Cabang di bawah koordinasi penanggung jawab penerapan program APU dan PPT Kantor Pusat.

Penanggung Jawab wajib memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang memadai sesuai dengan latar belakang pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik dan memiliki kewenangan untuk mengakses seluruh data Nasabah dan informasi lainnya yang terkait.

TUGAS, TANGGUNG JAWAB DAN WEWENANG

Tugas dan Tanggung Jawab

  1. Menganalisis secara berkala penilaian risiko tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana Pendanaan Terorisme terkait dengan Nasabahnya, negara atau area geografis, produk, jasa, transaksi atau jaringan distribusi (delivery channels).
  2. Menyusun, melakukan pengkinian, dan mengusulkan kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT yang telah disusun untuk mengelola dan memitigasi risiko berdasarkan penilaian risiko, untuk dimintakan pertimbangan dan persetujuan Direksi.
  3. Memastikan adanya sistem yang dapat mengidentifikasi, menganalisa, memantau dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh Nasabah.
  4. Memastikan bahwa kebijakan dan prosedur yang disusun telah sesuai dengan perubahan dan perkembangan yang meliputi antara lain produk, jasa, dan teknologi di sektor jasa keuangan, kegiatan dan kompleksitas usaha Perusahaan, volume transaksi Perusahaan, dan modus Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme.
  5. Memastikan bahwa formulir yang berkaitan dengan Nasabah telah mengakomodasi data yang diperlukan dalam penerapan program APU dan PPT.
  6. Melakukan evaluasi terhadap hasil pemantauan dan analisis transaksi Nasabah untuk memastikan ada atau tidak adanya Transaksi Keuangan Mencurigakan, Transaksi Keuangan Tunai dan/atau transaksi keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri.
  7. Menatausahakan hasil pemantauan dan evaluasi.
  8. Memastikan pengkinian data dan profil Nasabah serta data dan profil transaksi Nasabah.
  9. Memastikan bahwa kegiatan usaha yang berisiko tinggi terhadap tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana Pendanaan Terorisme diidentifikasi secara efektif sesuai dengan kebijakan dan prosedur Perusahaan serta ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan OJK.
  10. Memastikan adanya mekanisme komunikasi yang baik dari setiap satuan kerja terkait kepada penanggung jawab terhadap penerapan program APU dan PPT dengan menjaga kerahasiaan informasi dan memperhatikan ketentuan anti tippingoff.
  11. Melakukan pengawasan terkait penerapan program APU dan PPT terhadap satuan kerja terkait.
  12. Memastikan adanya identifikasi area yang berisiko tinggi yang terkait dengan penerapan program APU dan PPT dengan mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan sumber informasi yang memadai.
  13. Menerima, melakukan analisis, dan menyusun laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan dan/atau transaksi keuangan yang dilakukan secara tunai yang disampaikan oleh satuan kerja.
  14. Menyusun laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan, Transaksi Keuangan Tunai, dan/atau transaksi keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri.
  15. Memastikan seluruh kegiatan dalam rangka penerapan program APU dan PPT terlaksana dengan baik.
  16. Memantau, menganalisis, dan merekomendasikan kebutuhan pelatihan tentang penerapan program APU dan PPT bagi pejabat dan/atau pegawai Perusahaan.

Wewenang

  1. Memperoleh akses terhadap informasi yang dibutuhkan yang ada di seluruh unit organisasi Perusahaan.
  2. Melakukan koordinasi dan pemantauan terhadap penerapan program APU dan PPT oleh unit kerja terkait.
  3. Mengusulkan pejabat dan/atau pegawai unit kerja terkait untuk membantu penerapan program APU dan PPT.
  4. Melaporkan Transaksi Keuangan Mencurigakan, Transaksi Keuangan Tunai, dan/atau transaksi keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri yang dilakukan oleh Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau pihak terafiliasi dengan Direksi atau Dewan Komisaris, secara langsung kepada PPATK.

KEBIJAKAN DAN PROSEDUR

Kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT, meliputi:

  1. Identifikasi dan verifikasi Nasabah.
  2. Identifikasi dan verifikasi Pemilik Manfaat (Beneficial Owner).
  3. Penutupan hubungan usaha atau penolakan transaksi.
  4. Pengelolaan risiko Pencucian Uang dan/atau Pendanaan Terorisme yang berkelanjutan terkait dengan Nasabah, negara, produk dan jasa serta jaringan distribusi (deliverychannels).
  5. Pemeliharaan data yang akurat terkait dengan transaksi, penatausahaan proses CDD, dan penatausahaan kebijakan dan prosedur.
  6. Pengkinian dan pemantauan.
  7. Pelaporan kepada pejabat senior, Direksi dan Dewan Komisaris terkait pelaksanaan kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT.
  8. Pelaporan kepada PPATK dan instansi lainnya sesuai peraturan yang berlaku.

Kebijakan dan prosedur penerapan program APU dan PPT ini wajib diterapkan secara konsisten dan berkesinambungan.

PENERAPAN PROGRAM APU DAN PPT BERBASIS RISIKO (RISK-BASED APPROACH)

Penerapan program APU dan PPT berbasis risiko (risk based approach) mendukung Perusahaan dalam menerapkan tindakan pencegahan dan mitigasi risiko yang sepadan dengan risiko Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) yang teridentifikasi. Perusahaan selanjutnya dapat mengalokasikan sumber daya sesuai dengan profil risiko yang dihadapi Perusahaan, mengelola pengendalian intern, struktur internal, dan implementasi kebijakan dan prosedur untuk mencegah serta mendeteksi Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.

Perusahaan harus merujuk dan mempertimbangkan risiko yang menjadi perhatian nasional yang tercantum dalam NRA (National Risk Assessment) dan SRA (Sectoral Risk Assessment)   dalam menerapkan program APU dan PPT berbasis risiko (Risk Based Approach). Penerapan program APU dan PPT Perusahaan harus responsif terhadap perkembangan dan perubahan risiko yang tercantum dalam NRA dan SRA.

Dalam melakukan pendekatan berbasis risiko, Perusahaan harus melakukan 6 (enam) langkah kegiatan sebagai berikut:

  1. Melakukan identifikasi terhadap risiko bawaan (inherent risk).
  2. Menetapkan toleransi risiko
  3. Menyusun langkah pengurangan dan pengendalian risiko
  4. Melakukan evaluasi atas risiko risidual (residual risk)
  5. Menerapkan pendekatan berbasis risiko (risk-based approach)
  6. Melakukan tinjauan dan evaluasi atas pendekatan berbasis risiko (risk-based approach) yang telah dimiliki

PENGENDALIAN INTERN

Tujuan dari sistem pengendalian intern adalah untuk memastikan efektivitas penerapan program APU dan PPT oleh Perusahaan.Sistem pengendalian intern tersebut terdiri dari:

  1. Adanya kebijakan, prosedur, dan pemantauan internal yang memadai.
  2. Adanya batasan wewenang dan tanggung jawab satuan kerja terkait dengan penerapan program APU dan PPT.
  3. Dilakukannya pemeriksaan untuk memastikan efektivitas penerapan program APU dan PPT oleh satuan kerja audit intern.

SISTEM INFORMASI MANAJEMEN

Sistem informasi manajemen diperlukan untuk dapat mengidentifikasi, menganalisis, memantau, dan menyediakan laporan secara efektif mengenai karakteristik transaksi yang dilakukan oleh Nasabah dengan menggunakan parameter yang disesuaikan secara berkala dan memperhatikan kompleksitas usaha, volume transaksi, dan risiko yang dimiliki Perusahaan.

SUMBER DAYA MANUSIA DAN PELATIHAN

Peran aktif tersebut dilakukan Human Capital Department (HCD) dalam prosedur penerimaan pegawai dan pemantauan profil karyawan:

  1. Melaksanakan prosedur penerimaan pegawai sesuai Standar Operating & Prosedur yang berlaku.
  2. Melakukan pemantauan terhadap profil karyawan minimal 1 (satu) tahun sekali. Pemantauan profil karyawan mencakup perilaku dan gaya hidup karyawan.

Penanggung jawab penerapan program APU dan PPT melakukan koordinasi dengan Human Capital Department (HCD) dalam melaksanakan program pelatihan penerapan program APU dan PPT kepada semua pegawai yang terkait dengan pelaksanaan program APU dan PPT.

Pengangkatan dan Penetapan Komite Audit PT Asuransi Dayin Mitra Tbk     ______________ lihat selengkapnya
Piagam Kerja Komite Audit PT Asuransi Dayin Mitra Tbk    ______________ lihat selengkapnya

Pengangkatan dan Penetapan Komite Pemantau Risiko PT Asuransi Dayin Mitra Tbk ______________ lihat selengkapnya
Piagam Kerja Komite Pemantau Risiko PT Asuransi Dayin Mitra Tbk ______________ lihat selengkapnya

SEKRETARIS PERUSAHAAN

Nama dan riwayat hidup singkat

  • Nama: Purnama Hadiwidjaja
  • Riwayat hidup singkat: Lihat pada profil Direksi.

Program pelatihan dalam rangka mengembangkan kompetensi Sekretaris Perusahaan:

• Mengikuti seminar, workshop, atau kegiatan lain yang sejenis.

• Mengikuti kursus, pelatihan, atau program pendidikan sejenis.

Uraian pelaksanaan tugas Sekretaris Perusahaan:

• Sekretaris Perusahaan bertindak atas nama Direksi sebagai pejabat penghubung dan dapat ditugaskan oleh Direksi untuk menatausahakan serta menyimpan semua dokumen Perusahaan termasuk tetapi tidak terbatas pada daftar pemegang saham dan risalah rapat Direksi maupun Rapat Umum Pemegang Saham.

• Sekretaris Perusahaan memiliki akses terhadap informasi material dan relevan yang berkaitan dengan Perusahaan dan menguasai peraturan perundangundangan di bidang pasar modal, khususnya yang berkaitan dengan masalah keterbukaan, serta harus memastikan bahwa informasi yang diberikan kepada pemangku kepentingan dilakukan tepat waktu dan akurat.

• Selain itu juga memberikan pelayanan kepada masyarakat atas setiap informasi yang dibutuhkan pemodal yang berkaitan dengan Perusahaan.

• Sekretaris Perusahaan memastikan bahwa Perusahaan mematuhi peraturan di bidang pasar modal dan bursa maupun peraturan-peraturan lainnya yang berlaku di industri asuransi khususnya asuransi kerugian sebagai usaha pokok Perusahaan.

• Sekretaris Perusahaan juga berkewajiban memberikan informasi yang berkaitan dengan tugasnya kepada Direksi secara berkala dan kepada Dewan KomisariS berdasarkan kebutuhan.

Kebijakan terkait seleksi pemasok dan hak kreditur ______________ lihat selengkapnya

Pedoman Kerja Direksi dan Dewan Komisaris

Perusahaan memiliki anggota Direksi yang mengurus dan mengelola Perusahaan dengan kemampuan dan integritas yang tinggi dan memiliki anggota Dewan Komisaris yang melakukan pengawasan dan pemberian nasihat kepada anggota Direksi agar dapat mengelola Perusahaan dengan baik.

Dalam rangka memenuhi ketentuan peraturan dari Pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Perusahaan maka Perusahaan telah membuat Pedoman Kerja Direksi Dan Dewan Komisaris, yang tertuang dan disahkan dalam Surat Keputusan Direksi.

Pedoman ini disusun sebagai acuan dalam pengaturan pengangkatan, pelaksanaan tugas, wewenang dan tanggung jawab serta pemberhentian/pengunduran diri Pengurus Perusahaan.

Pedoman Kerja Direksi Dan Dewan Komisaris ini disesuaikan dengan bidang usaha (Asuransi Umum) dan diterapkan pada Perusahaan tanpa adanya pertentangan dari peraturan-peraturan tersebut dan mengikuti peraturan mana yang lebih ketat.

Pedoman dibuat berdasarkan ketentuan peraturan dari Pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang tertuang dalam:

  • UU No. 40 tahun 2014 tanggal 17 Oktober 2014 tentang Perasuransian.
  • POJK No.2/POJK.05/2014 tanggal 8 April 2014, sebagaimana telah di ubah dengan POJK Nomor 73/POJK.05/2016 tanggal 28 Desember 2016, dan diubah kembali dengan POJK Nomor 43/POJK.05/2019 tanggal 31 Desember 2019 tentang Perubahan Atas POJK Nomor 73/POJK.05/2016 tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian.
  • POJK No.4/POJK.05/2013 tanggal 21 November 2013 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatuhan bagi pihak utama pada Perusahaan Perasuransian, Dana Pensiun, Perusahaan Pembiayaan, dan Perusahaan Penjaminan, sebagaimana telah di ubah dengan POJK Nomor 34/POJK.03/2018 yang berlaku tanggal 28 Januari 2019 tentang Penilaian Kembali Bagi Pihak Utama Lembaga Jasa Keuangan.
  • POJK No.32/POJK.04/2014 tanggal 8 Desember 2014 tentang Rencana dan Penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham Perusahaan Terbuka dan diubah dengan POJK Nomor 10/POJK.04/2017 tentang Perubahan Atas POJK Nomor 32/POJK.04/2014.
  • POJK No.33/POJK.04/2014 tanggal 8 Desember 2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik.
  • Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa Perusahaan nomor 20 tanggal 14 September 2015 tentang Perubahan Anggaran Dasar Perseroan untuk disesuaikan dengan ketentuan POJK No.32/POJK.04/2014 dan POJK No.33/POJK.04/2014.

Pedoman disusun meliputi:
1.Ketentuan Umum/Pendahuluan
2.Syarat Dan Ketentuan Pengangkatan Pengurus Perusahaan
3.Tugas, Tanggung Jawab, Wewenang, Waktu Kerja, Dan Pemberhentian/Pengunduran Diri /Pengunduran Diri Pengurus
4.Rapat Dewan Komisaris Dan Rapat Direksi
5.Pelaporan
6.Rangkap Jabatan
7.Penutup

Kode etik

Pedoman perilaku merupakan penjabaran nilai-nilai Perusahaan dan etika bisnis dalam melaksanakan usaha sehingga menjadi panduan bagi organ Perusahaan dan semua karyawan Perusahaan.

Pedoman ini dibuat untuk memenuhi ketentuan POJK No.2/POJK.05/2014 tanggal 8 April 2014, sebagaimana telah di ubah dengan POJK Nomor 73/POJK.05/2016 tanggal 28 Desember 2016, dan diubah kembali dengan POJK Nomor 43/POJK.05/2019 tanggal 31 Desember 2019 tentang Perubahan Atas POJK Nomor 73/POJK.05/2016 tentang Tata Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi Perusahaan Perasuransian pasal 74 bahwa Perusahaan Perasuransian wajib membuat pedoman tentang perilaku etis, yang memuat nilai etika berusaha, sebagai panduan bagi Organ Perusahaan Perasuransian dan seluruh karyawan Perusahaan Perasuransian.

Pedoman ini dibuat untuk memenuhi ketentuan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No.33/POJK.04/2014 Pasal 35 ayat 1 (Direksi dan Dewan Komisaris wajib menyusun pedoman yang mengikat setiap anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris), Pasal 36 ayat 1 (Direksi dan Dewan Komisaris wajib menyusun kode etik yang berlaku bagi seluruh anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris, karyawan/pegawai, serta pendukung organ yang dimiliki Emiten atau Perusahaan Publik) dan pedoman ini dimuat dalam situs web Perusahaan.

Tujuan pedoman Pedoman Perilaku dan Etika Bisnis adalah:

  • Menegakkan pentingnya masalah kepatuhan dan etika bisnis dan memberikan panduan untuk membantu mengambil keputusan yang lebih baik.
  • Mengembangkan standar etika bisnis yang sejalan dengan prinsip-prinsip GCG guna menciptakan dan memelihara lingkungan kerja yang positif yang mendukung perilaku-perilaku etis sehingga mendorong terciptanya budaya Perusahaan, yang akan meningkatkan nilai Perusahaan.
  • Mengembangkan hubungan yang harmonis, sinergi dan saling menguntungkan antara Pelanggan, Agen, Broker, Mitra Kerja, Karyawan dan Pemangku kepentingan lainnya (stakeholders) yang berlandaskan prinsip-prinsip etika bisnis.

Perusahaan menetapkan kebijakan Pedoman Perilaku dan Etika Bisnis yang mengatur perilaku sebagai berikut:

  • Kebijakan umum terhadap pemerintah
  • Kebijakan bagi Organ Perusahaan
  • Kebijakan bagi karyawan
  • Kebijakan bagi pelanggan/pemegang polis
  • Kebijakan bagi mitra usaha
  • Kebijakan bagi sesama perusahaan asuransi dan reasuransi
    Kebijakan persaingan dan antitrust

Setiap anggota Dewan Komisaris, Direksi membuat pernyataan tidak memiliki benturan kepentingan terhadap setiap keputusan yang dibuatnya dan telah melaksanakan Pedoman Perilaku dan Etika Bisnis yang ditetapkan Perusahaan.

Pedoman Perilaku dan Etika Bisnis disosialisasikan dan harus dipahami oleh seluruh karyawan Perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran kepada seluruh karyawan bahwa Pedoman ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari praktik bisnis dan penilaian kinerja seluruh karyawan.

© Copyright - Asuransi Dayin Mitra All Right Reserved | PT Asuransi Dayin Mitra Tbk berizin dan diawasi oleh OJK (Otoritas Jasa Keuangan) - powered by Enfold WordPress Theme